25 January 2016

4 Hal Penyebab Anak Kecanduan Game Online

Kalau membandingkan pendidikan anak di zaman dahulu dengan zaman sekarang, saya yakin nggak akan ada habisnya. Dulu, bermain, ya bermain secara fisik. Sedangkan sekarang, sekarang sudah zaman teknologi, zaman gadget. Dimana lebih dari 70 juta penduduk Indonesia adalah pengguna internet. Dan Gadget yang beredar ( smartphone, tablet, Ipad, dsb ) jumlahnya adalah tiga kali lipatnya. Artinya, setiap pengguna internet rata-rata mempunyai gadget lebih dari satu. Yang mengejutkan ( saya aja mungkin yang terkejut, haha ) anak-anak Indonesia, bermain game lebih dari 15 jam dalam satu minggu. ( Riset Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2013-2015)

Kalau saya ditanya pernah main game? PERNAAAH.
Bagaimana rasanya? ASYIIIIK.
Terus? Pengennya main melulu. Rasanya puas, merasa hebat karena bisa menyelesaikan tantangan demi tantangan.
Apalagi? Oiya saat berhasil, saya bisa dapet berbagai macam hadiah. Bikin tambah senang deh.

Ouuugh, jadi kira-kira seperti itu juga yang dirasakan anak-anak saat nge-game (di gadged).Mereka dapat penghargaan, mendapatkan keasyikan dan kesenangan. Pengennya main lagi, lagi, dan lagi. 

Saya pernah (mendekati) kecanduan game baru-baru ini, artinya saya suka ngegame setelah dewasa (ya, karena jaman saya kecil Alhamdulillah nggak punya fasilitasnya) Jadi, dampak-dampak negative dari games sendiri nggak terlalu mempengaruhi kehidupan saya.
Yakin? Iya, setidaknya saya merasa begitu. (((merasaaa)))

Menurut penuturan Bunda Dai, beliau yang juga mantan pecandu game selama 9 tahun. Sangat suka memainkan game The Sims. Setelah berkeluarga dan mempunyai anak, beliau sadar juga.

"Ntar kalau main game melulu, anak saya siapa yang jagain, keluarga siapa yang ngurus." tutur Bunda Dai

Tapi bayangkan, anak yang sedari kecil sudah dikasih gadged akan mendapatkan dampak yang bisa mempengaruhi masa depannya. Seperti yang kang Mumu tuturkan, sedari kecil orang tuanya sibuk, sehingga dia tidak terlalu mendapatkan perhatian dan merasa kesepian. Jadi pelariannya adalah ke game. Saat nge-game itu, Mumu kecil yang masih duduk di bangku SD kelas 4 merasa mendapat perhatian dari sesama Gamers, merasa kuat dan hebat saat bisa mengalahkan lawan-lawannya. Karena mendapatkan keasyikan dan kesenangan itulah dia terus-terusan bermain games. Sampai akhirnya Mumu SMP sudah kecanduan games. Apa dampaknya? Mumu mulai mencuri, berbohong, dan -menurut pengakuannya, Mumu SMP sudah melihat konten pornografi dari gambar-gambar dalam games.
Berhenti sampai disitu? Enggak.
Mumu SMA semakin dalam kecanduan games, kecanduan pornografi, semakin berani dalam mencuri, berbohong, bahkan sampai berjudi.

Kisah Mumu yang kecanduan games berlanjut sampai dia kuliah. Kuliahnya terhenti lantaran kerjaannya hanya nge-game dan nge-game saja. Dampak negativenya pun semakin bertambah sampai lupa ibadah, kesehatan menurun, dan tidak bersosialisasi.

Hingga pada akhirnya, Mumu sadar dan tobat jadi Gamers.

*Bentar-bentar.. Mumu ini siapa, Win?

Beliaulah yang menciptakan aplikasi keren bernama KAKATU. Muhammad Nur Awaludin atau biasa dipanggul Mumu. Apa aplikasi Kakatu? Kakatu adalah media parenting untuk mengontrol dan mengedukasi penggunaan gadget. Saksikan video di bawah ini.
Review di post selanjutnya,ya :) 



***
Sebagai orang tua, apakah bangga anaknya mempunyai gadget sendiri? Bangga bisa membelikannya? Merasa senang karena anaknya anteng diem di rumah lantaran asyik dengan gadgetnya? Anak-anak suka berlama-lama dengan gadget? Marah saat dilarang main games?
Jika jawabannya iya, manteman selayaknya merasa khawatir. Karena mereka telah menunjukkan gejala awal ciri-ciri kecanduan games.

Masih berpikir : "Ah,cuman maen game ini kok." atau "Anakku mah baik-baik saja ah, gak sampai yang gimana-gimana."

Mengutip pernyataan Bunda Elly Risman :
"Bahaya yang paling besar bukanlah anak yang bermain game seharian atau mengakses pornografi, tapi bahaya terbesarnya adalah bahaya yang tidak pernah orang tua sadari bahwa itu adalah bahaya."

Seminar Bunda Elly Risman hari Kamis tanggal 14 Januari kemarin memang membuat saya -dan para peserta seminar tertawa terbahak-bahak . Tertawa sekaligus menangis. Ya! Kami menertawakan diri kami sendiri. Menertawakan kelakuan kami saat menghadapi anak-anak kami. Apa yang dikatakan Bunda Elly benar-benar terjadi, hampir semuanya benar. Ternyata kami segitu menggelikannya dalam mendidik anak.



Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar anak nggak kecanduan games? Setidaknya main game-nya sekedar main aja, nggak sampai kecanduan.
Pilihlah Games:
~ Cari yang sesuai dengan usia
~ Cek rating games

Hal dibawah ini bisa menjadi penyebab awal mula anak-anak kecanduan games:

1. Kurang Perhatian Orang Tua dan Keluarga
Ayah-Bundanya sibuk bekerja atau sibuk dengan urusannya masing-masing, sehingga perhatian kepada anak hanya sekadarnya saja. Tidak adanya perhatian orang tua, membuat sang anak akan mencari perhatian lain di luar rumah. Bisa dari kenakalannya (agar diperhatikan) atau mencari teman. Mumu kecil juga seperti itu, ia kesepian di rumahnya, makanya pelariannya adalah bermain game ( PS, Nintendo, dll ).

2. Orang Tua Kurang Berdialog dan Bersentuhan dengan Anak
Menurut penuturan Bunda Elly Risman, kesalahan orang tua saat berbicara dengan anak mereka adalah : terburu-buru, memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, melabeli anak , mengancam, menasehati, membohongi, menghibur, mengkritik, menyindir, dan menganalisa.

3. Orang Tua Menyediakan gadget untuk ngeGame
Pembaca yang budiman, khususnya yang sudah mempunyai putra/putri, pernahkah melihat anak gelisah mencari gadget ayah bunda? Sebagian teman-teman wali murid di sekolah Dhia banyak yang mengaku demikian, merasa mereka bangga bisa menyediakan gadged, tablet, PS, Nintendo, dan sebagainya.
Inilah tantangan terbesar orang tua zaman sekarang. Bagaimana teknologi yang ada digunakan dengan sebaik-baiknya. Tidak justru malah merusak anak-anak dengan bermain game di gadget -dengan berbagai alasan. Sayangnya, tidak semua orang tua menyadari akan bahaya game ini. Berbagai alasan dan pembelaan pun dilontarkan.

Kalau begitu "say NO to gadget" aja dong. Beres. 
Sekali lagi, di zaman sekarang ini, kita tidak bisa terlepas dengan yang namanya gadget.

4. Orang Tua Juga Main Games
Orang tua sebagai role model bagi sang anak juga menentukan anak suka main gadget atau tidak. Saat bersama anak, orang tua malah asyik berchatting ria atau bermain sosmed, atau malah nge-game. Disaat yang bersamaan, anak hanya duduk diam di pojokan. Lalu apa yang selanjutnya terjadi? Anda bisa membayangkan sendiri.



Terus, kalau sudah terlanjur anak suka main game gimana dong? Kan nggak serta merta anak bisa berhenti begitu saja.

Menjawab rasa cemas dari para orang tua yang gadget sudah menjadi barang penting dalam kesehariannya, Yayasan Kita dan Buah Hati, Abah Ambu, Kakatu, Telkom, dan lain-lain telah melaunching Gerakan Gadget Sehat ( GGS ). Di Auditorium FK Unpad, jalan Prof Eyckman no 38 Bandung itu muncul sebuah kepedulian terhadap perkembangan generasi muda yang akan datang.

"Kita sama-sama mengajak masyarakat, para orang tua khususnya untuk peduli terhadap penggunaan gadget secara aman dan sehat untuk anak-anak." sambut bapak Aries Mustain ( Chief Telkom Digital Service ).

Harapan kami para orang tua di era gadget, ke depannya kang Mumu dan kawan-kawan lewat aplikasi KAKATU bisa lebih mengembangkan aplikasinya tidak hanya bisa digunakan di android dan Iphone, tapi juga di PC maupun laptop.



Gadget saya (yang suka dimainin anak) terhubung ke internet. Saya takut dia mengklik sembarangan.
Tagihan kartu kredit saya tiba-tiba membengkak padahal tidak dipakai, ternyata anak membeli game berbayar dari gadget saya.

Mungkin sudah saatnya Ayah-Bunda menginstall aplikasi KAKATU di gadget Anda. :)))

*) Sumber foto dari fanpage Kakatu